Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KKN di Desa Penari Versi Widya Part 6, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop


BambuBeracun, Cerita KKN di Desa Penari versi Widya part 6 ini merupakan lanjutan dari cerita KKN di Desa Penari versi Widya part 5. Cerita viral yang saat ini tayang di Bioskop merupakan cerita yang ditulis oleh akun Twitter SimpleMan, @SimpleM81378523 pada 20 juni 2019 silam.

Nah berikut cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya part 6 yang dikutip dari postingan SimpleMan:


KKN di Desa Penari Versi Widya Part 6

Semua dimulai ketika ia hanya berbaring di atas tikar. Ayu dan Nur berpamitan akan memulai proker mereka. Anak-anak cowok juga memulai proker mereka masing-masing.

Seharusnya, tidak ada satupun orang di rumah itu. Namun, siang itu terdengar suara sesuatu yang dipukuli. Hal itu menimbulkan rasa penasaran, suaranya seperti benturan antara lempengan yang keras.

Awalnya Widya menghiraukannya,  namun semakin lama Widya tidak tahan dan akhirnya memeriksanya.

Suara itu terdengar ada di belakang rumah, tepat di samping pawon (dapur). Maka Widya pergi ke sana, saat ia sampai di pintu pawon, yang terbuat dari kayu, Widya berhenti, di sela-sela pintu.

Widya mengintip. Alangkah bingungnya Widya, melihat di antara pohon pisang, ada seorang bapak, usianya berkisar antara 50-an, menggunakan pakaian hitam ala orang yang akan berkebun, ia berdiri di antara pohon pisang.

Matanya tampak mengawasi rumah yang menjadi penginapan Widya selama KKN.

Lama sekali, bapak itu berdiri mengawasi penginapan Widya, gerak-geriknya sangat mencurigakan, seperti ingin masuk ke rumah. Namun, bapak itu ragu-ragu.

Ketakutan, tiba-tiba terasa di dalam diri Widya, kemudian, selang beberapa menit, bapak itu pergi meninggalkan tempat itu.

Rasa lega, bapak itu pergi, Widya berniat kembali ke kamar, di sana ia melihat Anton, baru saja masuk rumah, mereka berpapasan, bodohnya, Widya tidak menceritakan hal itu kepada Anton dan anak lain, karena keesokan harinya, peristiwa yang sama itu, kembali terulang.

Diawali suara keras yang sama, Widya kembali mengintip, kali ini, bapak itu lebih berani, ia melihat ke sana-kemari, mendekati penginapan dan beberapa kali berusaha mengintip, dari gerak-geriknya, tampaknya bapak itu berniat buruk, masalahnya, apa yang ingin dia cari di sini.

Memikirkan hal itu, Widya tiba-tiba seperti baru ingat, ia hanya di rumah ini sendirian, seorang wanita, sendirian di dalam rumah, dan seorang pria asing, mendekati rumah itu.

Apalagi kalau bukan sesaat, ketika si bapak sudah berdiri di depan pintu pawon, suara itu mengejutkannya. Suara keras itu rupanya dari batu di belakang pawon, keras sekali sampai membuat si bapak lari tunggang langgang, Widya menyaksikannya sendiri.

Ada yang melempar batu cukup besar, tepat di watu item (batu kali) di belakang rumah. Sehingga si bapak panik dan pergi.

Widya ikut pergi. Widya melaporkannya pada Pak Prabu, yang ikut kaget mendengarnya. Dicarilah si bapak itu dan ketemu. Rupanya dia adalah warga desa sana. Ketika ditanya apa yang dia lakukan di rumah anak-anak KKN, bapak itu mengatakan sesuatu, yang entah benar atau tidak, bila ia melihat wanita. Wanita yang dilihat si bapak ini, mengenakan pakaian seperti dayang (penari) dan ia masuk rumah ini.

Namun karena beliau takut disangka melakukan hal-hal tidak baik, ia memeriksanya diam-diam. Tapi, di hari dimana ia lari tunggang-langgang, ia melihat sesuatu di pawon rumah. Ia melihat wanita itu di dalam pawon rumah, ia sedang menari dengan anggun.

Sesaat sebelum ia melihat wajahnya, si bapak kaget setengah mati, karena di balik sirat wajah wanita yang disangka terlihat jelita itu, rupanya polos, rata tak ada bentuk.

Apa yang diucapkan si bapak memang tidak dapat dipercaya, namun Pak Prabu tidak punya bukti lebih jauh, maka Pak Prabu hanya menegur agar tidak melakukan hal itu lagi, si bapak pun pergi.

Namun, Pak Prabu mengatakan hal lain yang membuat Widya begidik ngeri.

"Onok sing nyoba ngabari sampeyan mbak (ada yang mencoba memberi pesan sama kamu mbak)."

"Sinten Pak (siapa Pak)?"

"Mbah-mbah sing nunggu nang watu item (kakek-kakek penjaga batu kali itu)."

Setelah kejadian itu, Widya diminta ke rumah Pak Prabu bila masih sakit. Namun, ada kejadian lagi yang Widya alami, kali ini melibatkan Nur.


Waktu itu siang hari, Widya sedang mengerjakan prokernya yang sudah tertunda beberapa hari. Wahyu mendekati Widya, ia menawarkan kesempatan untuk keluar desa. Sementara karena harus membeli perlengkapan untuk progress kerjanya yang harus dibeli di kota.

"Melu mboten (ikut gak)?"

"Adoh gak (jauh gak)?"

"2 jam," kata Wahyu.

"Aku wes ijin Pak Prabu, oleh nyilih motor'e (aku sudah ijin Pak Prabu, boleh pinjem motornya)."

"Nggih pon, melu (ya sudah, ikut)."

Wahyu melihat jam di tangannya, pukul 11 lewat, ia harus cepat menyelesaikan urusannya di kota. Karena sesaat sebelum meminta ijin, Pak Prabu sudah mewanti-wanti untuk sudah kembali sebelum hari petang.

Saat Wahyu menanyakan kenapa harus seperti itu, toh ada jalan setapak yang gampang ditelusuri untuk masuk ke hutan ini.

Dengan wajah tidak tertebak, Pak Prabu mengatakan, "gak onok sing ngerti opo sing onok gok jero'ne alas le (tidak ada yang pernah tau apa yang tinggal di dalam hutan nak)."

Mereka berangkat menembus jalan setapak. Lalu sampai di jalan raya besar, menyusurinya, jauh, sangat jauh. Sampai akhirnya mereka tiba di kota B. Di sana mereka berhenti di sebuah pasar, Wahyu dan Widya mulai mencari segala keperluan mereka.

Kurang lebih setelah 2 jam mencari ke sana ke mari dan setelah mendapatkannya, mereka langsung cepat kembali.

Wahyu berhenti di pom bensin, ia harus mengembalikan motornya dalam keadaan bensin full, etika ketika meminjam barang orang lain.

Jam sudah menunjukkan pukul 4, sudah terlalu sore. Sejenak ia melihat Widya dari jauh, ia berhenti tepat di samping penjual cilok. Ketika Wahyu sampai di sana, ia membeli beberapa cilok untuk Widya dan dirinya sendiri. Saat itulah, si penjual cilok melihatnya seperti ingin menyampaikan sesuatu.

"Masnya pendatang?" kata orang itu.

"Mboten Pak, kulo KKN ten mriki (tidak pak, saya hanya KKN di sini)."

"Tetep ae, wong joboh to (tetap saja, orang luar, kan)," kata si penjual, masih melihat Widya dan Wahyu bergantian.

"Nek oleh takon, masnya sama mbaknya KKN di mana?"

Wahyu menceritakan semuanya, termasuk tempat KKN nya, saat itu juga terlihat jelas sekali perubahan wajah si penjual.

"Loh, sampeyan berarti mari iki liwat Alas D********* (berarti sebentar lagi anda akan lewat di hutan **********)?"

"Nggih Pak (iya pak)."

"Loh, loh, halah dalah, wes yang mene mas, opo ra isok mene ae mas, sampeyan golek penginapan ae, soale nek jam yang mene, jarang onok sing liwat (sudah jam segini mas, apa gak bisa besok saja mas, cari saja penginapan, soalnya jam segini sudah jarang ada yang lewat)," kata si bapak.

"Mboten pak, kulo bablas mawon (tidak pak, saya lanjut saja)," kata Wahyu.

"Ngeten mas, isok kulo nyuwun waktu'ne sampeyan (gini mas, bisa saya minta waktunya sebentar)?" Si penjual cilok, tiba-tiba mengatakan hal itu dengan wajah tegang.

"Nggih Pak," kata Wahyu.

Widya yang sedari tadi memilih diam, hanya mendengarkan saja saat penjual cilok itu menceritakan apa yang harus mereka lakukan saat masuk ke Alas **********

"Ngeten mas (begini mas)."

"Engken, bade sampun mlebet nang Alas'e sampeyan mlaku ae teros (nanti setelah kalian sampai dan masuk ke jalanan hutannya, jalan saja ya terus)."

"Ora usah mandek, utowo ngeladeni opo ae, ngerti ya mas (gak usah berhenti, apalagi mengurusi hal apapun, sampai sini paham ya mas)."

"Ojok lali, moco dungo'e sing katah" (jangan lupa doanya yang banyak)."

"Sing paling penting, nek sampeyan krungu suoro ra onok wujud'e, tetep lanjut, bade sampeyan sampe digawe ciloko, nek isok lanjut, lanjut ae, ra usah diurus mas, sampeyan percoyo ae, dungo nggih. (yang paling penting, jika kalian dengar suara tanpa wujud, tetap lanjut saja. Jika sampai kalian dibikin celaka, lalu kalian masih bisa melanjutkan, lanjutkan saja, jangan pernah berhenti di sana, yang penting tidak usah diperdulikan, kalian percaya saja, doanya juga utamakan)."

Widya tidak pernah mendengar ada orang yang sampai bercerita dengan mimik wajah yang tegang, bahkan bibirnya gemetar saat menceritakan.

"Kulo dongakno sampeyan sampeyan selamet sampai nang tujuan (saya doakan kalian selamat sampai tujuan)."

Penutup

Demikian tadi cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya part 6 yang bisa anda baca. Untuk cerita selanjutnya tentang KKN di Desa Penari Versi Widya bisa anda baca disini >>> KKN di Desa Penari Versi Widya part 7.


Post a Comment for "KKN di Desa Penari Versi Widya Part 6, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop"