KKN di Desa Penari Versi Widya Part 3, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop
BambuBeracun, Cerita KKN di Desa Penari versi Widya part 3
ini merupakan lanjutan dari cerita KKN di Desa Penari versi Widya part 2.
Cerita viral yang saat ini tayang di Bioskop merupakan cerita yang ditulis oleh
akun Twitter SimpleMan, @SimpleM81378523 pada 20 juni 2019 silam.
Nah berikut cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya part 3 yang dikutip dari postingan SimpleMan:
KKN di Desa
Penari Versi Widya Part 3
"Monggo pak, bisa
lanjut ke tempat selanjutnya."
Tempat berikutnya adalah
sinden (kolam, tempat air keluar dari tanah). Pak Prabu mengatakan bahwa sinden
ini bisa dijadikan Proker paling menjanjikan.
Tidak jauh dari sana ada
sungai. Inginnya Pak Prabu, sinden dan sungai bisa dihubungkan, jadi semacam
jalan air.
Tanpa terasa, hari sudah
siang, Ayu dan Widya sudah memetakan semua yang Pak Prabu tunjukkan, memberinya
sampel warna merah sampai biru, dari yang paling diutamakan sampai yang paling akhir
dikerjakan.
Namun, tetap saja, selama
perjalanan, Widya banyak menemukan keganjilan. Keganjilan yang paling mencolok
adalah, tidak satu atau dua kali, namun berkali-kali, ia melihat banyak sesajen
yang diletakkan di atas tempeh, lengkap dengan bunga dan makanan yang
diletakkan di sana, ditambah bau kemenyan, membuat Widya tidak tenang.
Setiap kali mau bertanya,
hati kecilnya selalu mengatakan bahwa itu bukan hal yang bagus.
Nur, setelah dari sinden,
ia ijin kembali ke rumah, karena badannya tidak enak, dengan sukarela Bima yang
mengantarkannya. Jadi, observasi hanya di lakukan oleh 4 orang saja.
Kemudian, sampailah di
titik paling menakutkan.
"Tipak talas."
Kalau kata pak Prabu, sebuah batas di mana rombongan anak-anak dilarang keras
melintasi sebuah setapak jalan yang dibuat serampangan, di kiri kanan, ada kain
merah lengkap diikat oleh janur kuning layaknya pernikahan.
"Kenapa tidak boleh
Pak?" tanya Ayu penasaran.
Pak Prabu diam lama,
seperti sudah mempersiapkan jawaban namun ia enggan mengatakannya.
"Iku ngunu Alas
D****** , gak onok opo-opo'ne, wedine, nek sampeyan niki nekat, kalau hilang,
lalu tersesat bagaimana (itu adalah hutan belantara, gak ada apa-apanya, hanya
mempertimbangkan, takutnya kalau kalian ke sana, hilang, tersesat, lalu bagaimana)?"
Sekali lagi, jawaban itu
cukup membuat Widya yakin itu bukan yang sebenarnya. Namun, perasaan merinding
melihat jalanan setapak itu, nyata.
Lanjut gak??
Jadi cuma ngasih tau.
Cerita ini sangat panjang, karena gw harus menulis sedetail mungkin setiap kejadian
selama 6 minggu itu. gw gak mau kehilangan setiap detail pengalaman si
pencerita.
Btw, waktu denger ini, gw
itu lemes tiap ingat waktu diceritain lebaran lalu
Observasi berakhir ketika
Pak Prabu mengantar rombongan kembali ke rumah beliau.
Ketika kembali, Wahyu dan
Anton bertanya, di mana kamar mandi, ia tidak menemukan tempat itu di tempat
mereka menginap, rupanya, setiap rumah di desa ini tidak ada satupun yang punya
kamar mandi.
Alasan kenapa tidak ada
satupun rumah yang memiliki kamar mandi adalah karena sulitnya akses air.
Tapi, Pak Prabu
menjelaskan, di bagian selatan sinden, samping sungai, ada sebuah bilik dengan
kendi besar di dalamnya, di sana, bisa di gunakan untuk mandi.
Tidak berhenti di situ,
Pak Prabu mengatakan bahwa mulai hari ini, kendi di dalam bilik akan diusahakan
selalu terisi penuh, terutama untuk mandi anak-anak perempuan.
Untuk laki-laki, bisa
mengisi air di kendi dengan cara menimba air dari sungai.
Semua anak tampak paham,
meski muka Wahyu dan Anton tampak keberatan, namun mereka tidak dapat melakukan
apa-apa.
Sekembalinya ke
penginapan, Widya melihat Nur tengah tidur, hari itu diakhiri rapat dengan
semua anak, lalu kembali ke kamar untuk mengerjakan laporan.
Sore menjelang malam Nur
sudah bangun. Saat itu juga, Widya memintanya untuk mengantarkan dirinya pergi
ke kamar mandi di bilik samping sinden.
Awalnya Nur tampak tidak
mau, tapi karena dipaksa, akhirnya ia pun ikut dengan catatan, Nur adalah yang
pertama masuk bilik.
Widya setuju. Ia gak
berpikir aneh-aneh.
Selama perjalanan, ia
melihat setiap rumah yang dilewati, rata-rata sama, semua rumah tepan (tembok
di depan) kiri-kanan dari gedek (bambu dianyam), langit sudah merah, dan
setelah menempuh jarak lumayan, akhirnya mereka sampai di sinden.
Bangunan sinden itu menyerupai
candi kecil. Bedanya, kolamnya persegi 4 dengan air yang jernih tapi berlumut,
setelah mencari-cari dari sinden, ketemulah bilik itu tepat di samping pohon
asem, yang besar sekali, rindang, tapi mengerikan.
Sempat ragu, tapi Widya
bilang lanjut. Rupanya benar, ada kendi besar di dalam bilik itu.
Air juga sudah penuh di
dalam kendi, Nur pun masuk, sementara Widya menunggu di depan bilik, matanya
tidak bisa melepaskan diri dari bangunan sinden yang entah kenapa seolah
menarik perhatiannya, di sampingnya, ada sesajen itu.
Dari dalam bilik,
terdengar suara air bilasan dari Nur, setelah mencoba mengalihkan perhatian
dari sinden, Widya baru sadar, ada aroma kemenyan di dekat tempatnya berdiri,
di telusurilah wewangian itu, benar saja, di samping pohon asem itu pun ada
sesajennya.
Yang lebih parah, bara
dari kemenyan baru saja dibakar.
Antara takut dan kaget,
Widya kembali ke pintu bilik, dan dari dalam, sudah tidak terdengar suara air
bilasan.
"Nur, Nur,"
teriak Widya sembari menggedor pintu kayu, anehnya, hening, tidak ada jawaban
dari dalam.
Masih berusaha memanggil,
terdengar sayup suara lirih, lirih sekali sampai Widya harus menempelkan
telinganya di pintu bilik.
Suara orang sedang
berkidung.
Kidungnya sendiri
menyerupai kidung jawa, suaranya sangat lembut, lembut sekali seperti seorang
biduan.
"Nur, buka Nur!!
Buka!" spontan Widya menggedor pintu dengan keras, dan ketika pintu
terbuka, Nur melihat Widya dengan ekspresi wajah panik.
"Nyapo to, Wid
(kenapa sih Wid)?"
Ekspresi ganjil Widya
membuat Nur kebingungan, terlebih mimik wajahnya mencuri pandang bagian dalam
bilik. "Ayo ndang adus, gantian, aku sing gok jobo (ayo cepat mandi, ganti
biar aku yang jaga di luar)."
Kaget, Widya sudah ragu,
melihat samping bilik ada sesajen, Widya tidak tahu apa harus cerita ke Nur
soal itu, namun dengan ragu, Widya akhirnya bergegas masuk bilik, menutup
pintu.
Bagian dalam bilik sangat
lembab, kayu bagian dalamnya sudah berlumut hitam, di depannya ada kendi besar,
setengah airnya sudah terpakai, meraih gayung yang terbuat dari batok kelapa
dengan gagang kayu jati yang diikat dengan sulur, Widya mulai membuka bajunya
perlahan.
Masih terbayang nyanyian
kidung tadi, Widya mencuri pandang, ia tidak sendiri.
Suasananya seperti ada
sosok yg melihat dan mengamatinya, dari ujung rambut hingga ujung kaki, sosok
itu seperti wajah seorang wanita nan cantik jelita, masalahnya, Widya tidak tau
siapa pemilik wajah.
Ia berdiri di depan kendi,
bajunya sudah tertanggal, meraih air pertama yang membasuh badannya, Widya
merasakan dingin air itu membilas badannya.
Sunyi, sepi, Nur tidak
bersuara di luar bilik, memberikan sensasi kesendirian yang membuat bulu kuduk
merinding. Setiap siraman air di kepalanya, membuat Widya memejamkan matanya
dan setiap ia memejamkan mata, terbayang wajah cantik nan jelita itu sedang
tersenyum memandanginya.
Siapa pemilik wajah cantik
itu?
Kemudian, kidung itu
terdengar lagi, Widya berbalik, mengamati suaranya dari luar bilik, tempat Nur
berdiri seorang diri. Apakah Nur yang sedang berkidung?
Pertanyaan itu, menancap
keras di kepala Widya. Usai sudah acara mandi di sore itu, di perjalanan
pulang, Widya mencuri pandang pada Nur, matanya mengawasi, seakan tidak
percaya, kemudian ia bertanya.
"Nur, awakmu isok
kidung jawa ya (Nur, kamu bisa bersenandung lagu jawa ya)?"
Nur mengamati Widya,
kemudian, ia diam.
Nur pergi tanpa menjawab
sepatah katapun dari pertanyaan Widya. Ia seperti membawa rahasianya sendiri,
tanpa mau membagi rahasia itu.
Penutup
Demikian tadi cerita lengkap KKN di Desa
Penari Versi Widya part 3 yang bisa anda baca. Untuk cerita selanjutnya tentang
KKN di Desa Penari Versi Widya bisa anda baca disini >>> KKN di Desa Penari Versi Widya part 4.
Post a Comment for "KKN di Desa Penari Versi Widya Part 3, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop"