KKN di Desa Penari Versi Widya Part 9, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop
BambuBeracun, Cerita KKN di Desa Penari versi Widya part 9
ini merupakan lanjutan dari cerita KKN di Desa Penari versi Widya part 8.
Cerita viral yang saat ini tayang di Bioskop merupakan cerita yang ditulis oleh
akun Twitter SimpleMan, @SimpleM81378523 pada 20 juni 2019 silam.
Nah berikut cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya part 9 yang dikutip dari postingan SimpleMan:
KKN di Desa Penari Versi
Widya Part 9
Widya menggotong Nur
kembali ke kamarnya, menungguinya sampai ia terbangun dari pingsannya, dan
benar saja, ia tidak tahu kenapa ia bisa tertidur, mungkin terlalu terbawa
ketika sholat.
Nur bercerita saat di
pondok, kalau sudah kudu menikmati sholatnya, biasanya sampai ketiduran. Entah
apa yang Widya pikirkan, sampai tiba-tiba ia bertanya hal yang Nur paling tidak
sukai
"Sejak kapan bisa
lihat begituan?"
Awalnya, Nur salah
tingkah, tidak mau cerita, sampai ketika Widya menungguinya. Nur mengatakannya,
sejak mondok ia bisa melihatnya, karena memang harus.
"Gaib itu ada,"
kata Nur.
"Sebenarnya, tiap
orang ada yang jaga, jenisnya berbeda-beda, ada yang jahat, ada yang baik, ada
yang cuma mengikuti, ada yang cuma numpang lewat."
"Awakmu onok sing
jogo (kamu ada yang jaga)?" tanya Widya.
"Jarene onok (katanya
ada)," ucap Nur, suaranya pelan, sepeti tidak mau menjawab.
"Kok jarene (kok
katanya)?"
"Aku ra tau ndelok
Wid, aku dikandani kancaku sak durunge metu tekan pondok, jarene, sing jogo
aku, wujud'e mbah dok, mbahku biyen. (Aku belum pernah melihatnya langsung, aku
dikasih tahu temanku sebelum keluar dari pondok, katanya, wujudnya menyerupai
nenekku)."
Setelah mendengar itu,
Widya hanya mendengar Nur, bercerita tentang pengalamannya selama mondok,
namun, Widya lebih memikirkan hal lain.
23 Hari, sudah dilalui,
setiap hari, perasaan Widya semakin tidak enak. Dimulai dari warga yang
membantu prokernya mulai tidak datang satu persatu. Kabarnya mereka jatuh
sakit, anehnya, itu terjadi di proker kelompok mereka, yang berurusan dengan
sinden.
Pernah suatu hari, Widya
mendengar secara tidak langsung, kalau ini semua karena sindennya mengandung
kutukan, tapi Pak Prabu bersih keras itu mitos, takhayul, sesuatu yang membuat
warga desanya ketinggalan jaman.
Namun, satu kali, Widya
pernah dikasih tahu warga, bila sinden ini ada yang jaga.
Katanya, sinden ini dulu,
sering digunakan untuk mandi oleh dia. Dia yang di bicarakan ini, tidak pernah disebut
warga. Namun yang mencurigakan dari kasus ini adalah, nama sinden ini, adalah
sinden kembar.
Sinden kembar. Widya
selalu mengulangi kalimat itu.
Sinden kembar, membuat
Widya semakin penasaran
Alasan kenapa Pak Prabu
memasukkan ini menjadi proker adalah, agar air sungai dapat dialirkan ke sinden
ini, sehingga warga tidak perlu lagi jauh-jauh mengambil air ke sungai yang
tanahnya terjal. Namun, seperti ada yang ganjil.
Malam itu, Ayu
mengumpulkan semua anak, perihal masalah yang mereka hadapi, hampir setengah
warga yang membantu proker mereka tidak mau melanjutkan pekerjaanya. Alasannya
bermacam-macam, sibuk berkebun sampai badannya sakit semua.
Dari semua anak yang punya
usul, hanya Bima yang tidak seantusias yang lain.
Di malam itu juga, Widya ingat
yang dikatakan Wahyu, setiap malam, Bima pergi keluar rumah, entah apa yang
dilakukannya.
Widya, sengaja begadang
hanya untuk memastikan, dan ternyata benar, malam itu Bima pergi keluar rumah.
Widya masuk ke kamar Bima,
di sana ada Wahyu sama Anto, yang pertama Widya lakukan, membangunkan Wahyu.
Meski enggan, Widya terus memaksanya.
Setelah Wahyu benar-benar
terjaga, Widya memberitahu kalau Bima baru saja keluar.
Wahyu hanya menatap Widya
keheranan
"Aku lak wes tau
ngomong su (aku kan sudah pernah bilang)."
"Lha ya, ayo di
tutno, nang ndi arek iku (lha iya, makanya, ayo kita ikuti, kemana anak
itu)."
"Gawe opo? Paling
nang omahe prabu, ndandani tong bambu'ne (buat apa, palingan dia ke rumah
prabu, memperbaiki tong sampahnya yang dari bambu)
"Yo wes mboh (ya
sudah terserah)."
Widya keluar dari kamar
itu, kemudian ia pergi menyusul Bima sendirian.
Bima itu anak cowok yang
paling religius, sama kaya Nur, karena mereka memang sudah dekat di kampus.
Tapi, Anton sering cerita, kalau kadang, dia memergoki Bima onani di dalam
kamar, dan itu tidak sekali dua kali, masalahnya adalah, saat Bima melakukan
itu, ada suara perempuan.
Widya tidak terima Bima
dikatain itu oleh Anton, Widya pun bertanya darimana dia tahu Bima onani.
"Heh, mbok pikir aku
ra eroh wong onani iku yo opo (kamu pikir saya gak tau bagaimana cowok
onani)?"
Widya masih diam,
mendengarkan penjelasan Anton.
"Sing dadi masalahe
iku guk Bima onani. Kabeh lanangan pasti tahu onani, aku gak munafik, masalahe,
onok suara wedok'e. (yang jadi masalahnya itu bukan Bima onani, semua cowok
pasti pernah, aku gak munafik, masalahnya, ada suara perempuannya)."
"Pas tak enteni, sopo
arek iku, nek gak awakmu, pasti Ayu nek gak Nur, tapi, ra onok sopo sopo sing
nang kamar ambek cah kui. (ketika kutunggu, siapa perempuan itu, kukira itu
kamu, kalau gak Ayu atau Nur, ternyata, tidak ada siapa-siapa di dalam kamar
sama dia)
"Trus?" tanya
Widya.
"Suoro sopo sing tak
rungokno lek ngunu (suara siapa dong yang kudengar waktu itu)?"
"Masalahe, aku wes
sering krungu, mesti, onok suoro iku (masalahnya, aku sudah sering dan selalu
dengar suara itu)."
Cerita Anton membuat
pandangan Widya berubah, dan malam itu, ia melihat Bima berjalan jauh ke timur,
arah menuju sebuah tempat yang seringkali membuat Widya merinding tiap
memandangnya. Tipak Talas.
Tipak Talas
Widya melihat Tipak talas
seperti sebuah lorong panjang. Hanya saja, dindingnya adalah pepohonan besar
dengan akar di sana-sini. Selain medan tanahnya yang menanjak, di depan Tipak
Talas, ada gapura kecil, lengkap dengan kain merah dan hitam di sekelilingnya.
Pak Prabu pernah
bercerita, kain hitam adalah nama adat untuk sebuah penanda seperti di
pemakaman. Namun, bukankah warna cerah lebih baik untuk menjadi sebuah penanda.
Sebelum Widya tahu kebenaran
dari warga yang bercerita, bahwa hitam yang dimaksud adalah simbol alam lain.
Hitam bukan untuk yang
hidup, melainkan untuk tanda bagi mereka yang sudah mati.
Mati lalu, apa maksud
penanda warna merah?
Konon, dari seluruh tempat
yang diberi penanda sebuah kain di desa ini, hanya gapura ini yang diberi kain
warna merah, apalagi bila bukan simbol petaka.
Widya mulai melangkah
naik, kakinya tidak berhenti mencari pijakan antara akar dan batu, sembari
tangannya mencari sesuatu yg bisa menahan berat tubuhnya.
Malam sangat dingin,
dingin sekali. Hanya kabut di tengah kegelapan yang bisa Widya lihat. Butuh
perjuangan keras untuk sampai. Ketika Widya sampai di puncak Tapak tilas, Widya
hanya melihat satu jalan setapak, kelihatannya tidak terlalu curam, namun
rupanya butuh ekstra perjuangan juga. Di sana, Widya merasakannya, perasaan
yang tidak enak dari tempat ini, semakin kentara, hal itu, membuat Widya
merinding.
Jalan setapak itu tidak
terlalu besar, di kanan-kiri ditumbuhi rumput dan tumbuhan yang tingginya
hampir sebahu Widya, dari sela tumbuhan dan rumput, Widya bisa melihat hutan
yang benar-benar hutan, pohon menjulang tinggi dengan tumbuh-tumbuhan di
sekitarnya yang tidak tersentuh.
Sangat mudah mengikuti
Bima, karena hanya tinggal mengikuti jalan setapak. Namun, setiap kali Widya
berjalan, selalu saja, dari balik semak atau rerumputan, seperti ada yang
bergerak-gerak. Kadang ketika Widya mencoba memandangnya, suara itu lenyap
begitu saja.
Tanahnya keras, dan
lembab. Namun Widya terus menembus jalanan itu. Semakin lama semakin dingin,
dan sudah beberapa kali Widya berhenti untuk menghela nafas panjang.
Jalanan ini, seperti tidak
berujung, namun, bila kembali, Widya tidak akan tahu apa yang dikerjakan Bima
di sini.
Hal yang cukup disesali
Widya hanya satu, ia hanya mengenakan sandal selop. Memang apa yang Widya
lakukan malam ini, spontan karena penasaran, tanpa persiapan, tanpa teman, dan
sesal itu, kian bertambah saat Widya mulai mendengar gending.
Ya, suara yang familiar.
Nada yang dimainkan adalah kidung yang Widya dengar saat ia berada di bilik
mandi, bersama Nur. Sedangkan alunan gamelan yang dimainkan adalah alunan yang
sama saat Widya mencuri pandang pada penari yang menari di malam dia bersama
Wahyu.
Bukannya lari, Widya semakin
menjadi-jadi. Semakin jauh, suaranya semakin jelas, dan semakin jelas suaranya,
semakin ramai bahwa di sana, Widya tidak sendirian.
Namun, yang Widya temui,
adalah ujung Tipak talas, yaitu, sebuah tumbuhan yang di tanam tepat di jalan
setapak.
Penutup
Demikian tadi cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya part 9 yang bisa anda baca. Untuk cerita selanjutnya tentang
KKN di Desa Penari Versi Widya bisa anda baca disini >>> KKN di Desa
Penari Versi Widya part 10.
Post a Comment for "KKN di Desa Penari Versi Widya Part 9, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop"