KKN di Desa Penari Versi Widya, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop
BambuBeracun, KKN di Desa Penari versi Widya, cerita viral
yang saat ini tayang di Bioskop merupakan cerita yang ditulis oleh akun Twitter
SimpleMan, @SimpleM81378523 pada 20 juni 2019 silam.
Menurut SimpleMan, cerita ini merupakan cerita
nyata atau kisah nyata yang pernah terjadi di suatu tempat yang berada di
Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2009.
SimpleMan dalam threadnya, menulis dalam dua
versi yakni versi Widya dan versi Nur. Kali ini cerita yang akan diambil adalah
KKN di Desa Penari Versi Widya. Untuk cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi
Widya ini sangat panjang. Karenanya akan dibagi menjadi beberapa bagian.
Nah berikut cerita lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya part 1 yang dikutip dari postingan SimpleMan:
KKN di Desa Penari Versi
Widya Part 1
"Malam ini, gw akan
bercerita sebuah cerita dari seseorang, yang menurut gw spesial. Kenapa? Karena
gw sedikit gak yakin bakal bisa menceritakan setiap detail apa yang beliau
alami.
Sebuah cerita tentang
pengalaman beliau selama KKN, di sebuah desa penari.
Sebelum gw memulai
semuanya. Gw sedikit mau menyampaikan beberapa hal.
Sebelumnya, penulis tidak
mendapat ijin untuk memposting cerita ini dari yang empunya cerita, karena
beliau memiliki ketakutan sendiri pada beberapa hal, yang meliputi kampus dan
desa tempat KKN diadakan.
Tetapi, karena penulis
berpikir bahwa cerita ini memiliki banyak pelajaran yang mungkin bisa dipetik
terlepas dari pengalaman sang pemilik cerita akhirnya, kami sepakat, bahwa,
semua yang berhubungan dengan cerita ini, meliputi nama kampus, fakultas, desa
dan latar cerita, akan sangat dirahasiakan.
Jadi buat teman-teman yang
membaca cerita ini, yang mungkin tahu, atau merasa familiar dengan beberapa
tempat yang meski disamarkan ini, dimohon, untuk diam saja, atau merahasiakan
semuanya, karena ini sudah menjadi janji penulis dan pemilik cerita.
Tahun 2009 akhir, semua
anak angkatan 2005/06 sudah hampir merampungkan persyaratan untuk mengikuti KKN
yang dilakukan di beberapa desa sebagai syarat lanjutan untuk tugas skripsi.
Dari semua wajah antusias
itu di kampus, terlihat satu orang tampak menyendiri. Widya, begitu anak-anak
lain memanggilnya.
Ia tampak begitu gugup, menyepi,
menyendiri, sampai panggilan telepon itu membuyarkan lamunannya.
"Aku wes oleh nggon
KKN'e," (aku sudah dapat tempat untuk KKN) kata di ujung telepon. Wajah
muram itu, berubah menjadi senyuman penuh harap.
"Nang ndi?"
(dimana?)
"Nang kota B, gok deso
kabupaten K***li** , akeh proker, tak jamin, nggone cocok gawe KKN" (di
kota B, di sebuah desa di kabupaten K*******, banyak proker untuk dikerjakan,
tempatnya cocok untuk KKN kita).
Saat itu juga, Widya
segera mengajukan proposal KKN. Semua persyaratan sudah terpenuhi, kecuali
kelengkapan anggota dalam setiap kelompok minimal harus melibatkan 2 fakultas
berbeda pun dengan anggota minimal 6 orang.
"Tenang," kata
Ayu, perempuan yang tempo hari memberi kabar tempat KKN yang ia observasi
bersama abangnya. Benar saja, tidak beberapa lama, muncul Bima dengan Nur, ia
menyampaikan, kelengkapan anggota 6 orang yang melibatkan 2 fakultas sudah
disetujui.
"Sopo sing gabung Nur
(siapa yang sudah gabung Nur)?" tanya Ayu,
"Temenku. kating, 2
angkatan di atas kita, satunya lagi, temannya." Lega sudah, batin Widya.
Surat keputusan KKN sudah
disetujui semuanya, terdiri dari 2 fakultas dengan proker kelompok dan
individu, untuk pengabdian di masyarakat yang akan diadakan kurang lebih
sekitar 6 minggu.
Hanya tinggal menunggu,
pembekalan sebelum keberangkatan. Jauh hari sebelum malam pembekalan, Widya
berpamitan kepada orang tuanya tentang progress KKN yang wajib ia tempuh.
Ketika orang tua Widya bertanya ke mana proyek KKN mereka, terlihat wajah tidak
suka dari raut ibunya.
"Gak onok nggon liyo,
lapo kudu gok Kota B (apa gak ada tempat lain, kenapa harus kota B)?"
wajah ibunya menegang. "Nggok kudu nggone Alas tok? Ra umum di nggoni gawe
menungso (di sana tempatnya bukannya hutan semua? Tidak bagus ditinggali oleh
manusia).
Namun setelah Widya
menjelaskan, bahwa sebelumnya sudah dilakukan observasi, wajah ibunya melunak.
"Perasaane ibuk gak
enak, opo gak isok diundur setahun maneh (perasaan ibu gak enak, apa tidak bisa
diundur satu tahun lagi)."
Widya enggan melakukannya,
maka, meski berat, kedua orang tuanya pun terpaksa menyetujuinya.
Hari pembekalan sebelum
keberangkatan. Widya, Ayu, Bima dan Nur, matanya melihat ke sekeliling,
khawatir, 2 orang yang seharusnya ikut pembekalan belum juga terlihat batang
hidungnya, sampai, menjelang siang, 2 orang muncul, menyapa dan memperkenalkan
dirinya di depan mereka.
Wahyu dan Anton. Setelah
basa-basi, bertanya seputar rencana KKN dari A sampai Z selesai, mereka
akhirnya berangkat.
"Numpak opo dik kene
(naik apa kita nanti)?" tanya Wahyu.
"Elf mas," jawab
Nur.
"Sampe deso'ne numpak
Elf dik (sampai desanya naik mobil Elf dik)?"
"Mboten mas. Berhenti
di jalur Alas D engken enten sing jemput (tidak mas, nanti berhenti di jalur
hutan D, nanti ada yang jemput)," sahut Nur.
Mendengar itu, Widya
bertanya ke Ayu. "Yu, deso'ne ra isok diliwati mobil ta (Yu, apa desanya
gak bisa dimasuki mobil)?"
Ayu hanya menggelengkan
kepala. "Ra isok, tapi cedek kok tekan dalan gede, 45 menit palingan (gak
bisa, tapi dekat kok dari jalan besar, 45 menit kemungkinan)."
Di sinilah, cerita ini
dimulai. Sesuai apa yang Nur katakan, mobil berhenti di jalur masuk hutan D,
menempuh perjalanan 4 sampai 5 jam dari kota S. Tanpa terasa hari sudah mulai
petang, ditambah area dekat dengan hutan, membuat pandangan mata terbatas,
belum sampai di sana, gerimis mulai turun, lengkap sudah.
Setelah menunggu hampir
setengah jam, terlihat dari jauh, cahaya mendekat, Nur dan Ayu langsung
mengatakan bahwa mereka yang akan mengantar.
Rupanya, yang mengantar
adalah 6 lelaki paruh baya, dengan motor butut.
"Cuk, sepedaan
tah," kata Wahyu, spontan. Saat itu ada yang aneh entah disengaja atau
tidak, ucapan yang dianggap biasa di kota S, ditanggapi lain oleh lelaki itu,
wajahnya tampak tidak suka, dan sinis tajam melihat Wahyu.
Hanya saja, yang
memperhatikan semua sedetail itu, hanya Widya seorang. Apapun itu, semoga bukan
hal yang buruk. Di tengah gerimis, jalanan berlumpur, pohon di samping kanan
kiri, mereka tempuh dengan suara motor yang seperti sudah mau ngadat saja,
ditambah medan tanah naik turun, membuat Widya berpikir kembali.
Sudah hampir satu jam
lebih, tapi motor masih berjalan lebih jauh ke dalam hutan. Khawatir bahwa yang
dimaksud Ayu, setengah jam lewat 15 menit adalah setengah hari, Widya mulai
berharap semua ini cepat selesai.
Di tengah perjalanan,
tidak satupun dari pengendara motor itu yang mengajaknya bicara, aneh. Apa
semua warga disana pendiam semua.
Malam semakin gelap, dan
hutan semakin sunyi sepi. Namun, kata orang, dimana sunyi dan sepi ditemui, di
sana rahasia dijaga rapat-rapat.
Kini, rasa menyesal sempat
terpikir di pikiran Widya. Apakah ia siap, menghabiskan 6 minggu ke depan, di
sebuah desa, jauh di dalam hutan. Ketika suara motor memecah suara rintik
gerimis, dari jauh, sayup-sayup, terdengar sebuah suara.
Suara familiar, dengan
tabuhan kendang dan gong, diikuti suara kenong, kompyang, membaur menjadi
alunan suara gamelan.
Apa ada yang sedang
mengadakan hajatan di dekat sini. Dan ketika sayup-sayup suara itu perlahan
menghilang, terlihat gapura kayu, menyambut mereka.
Penutup
Demikian tadi cerita lengkap KKN di Desa
Penari Versi Widya part 1 yang bisa anda baca. Untuk cerita selanjutnya tentang
KKN di Desa Penari Versi Widya bisa anda baca disini >>> KKN di Desa Penari Versi Widya part 2.
Post a Comment for "KKN di Desa Penari Versi Widya, Cerita Viral yang Saat ini Tayang di Bioskop"