Lunturnya Budaya Sopan Santun
Akhir-akhir ini banyak sekali
pemberitaan yang mengabarkan tentang “Guru Masuk Bui” hanya gara-gara menghukum
muridnya yang nakal kelewat batas. Ibarat pepatah mengatakan “air susu dibalas
dengan air tuba”. Ini sungguh ironis, ketika seorang guru mau merubah perilaku
muridnya yang nakal menjadi lebih baik, mereka harus mendekam dibalik jeruji
besi yang dingin.
Dulu waktu saya masih kecil, ketika
ada anak yang nakal guru selalu menghukum mereka dengan tujuan agar bisa
merubah perilakunya. Mereka semua patuh bahkan apabila ada yang melapor kepada
orang tuanya yang mereka dapat adalah hukuman tambahan dari orang tuanya. Ini
menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh guru didukung penuh oleh orang tua
murid.
Ilustrasi gambar
guru dipenjara/www.sayangi.com
Saya masih ingat ketika saya masih
kecil dulu diajari oleh orang tua dan guru saya agar sopan kepada orang yang
lebih tua. Terlebih kepada kedua orang tua yang telah mengasuh kita dan kepada
guru yang telah mendidik kita. Kita harus patuh apa yang di perintahkan mereka
dan menghindari yang dilarang mereka.
Menunduk ketika lewat didepan orang
yang lebih tua adalah ajaran sopan santun yang sangat baik menurut saya. Dengan
kita menunduk berarti kita sudah bisa menahan diri dari sikap sombong. Kita
merasa diri kita lebih rendah dari pada mereka. Dan ini akan melatih oarang
menjadi lebih baik.
Ketika bertemu guru langsung mencium
tangan beliau, apabila berbicara dengan beliau selalu boso, dan ketika
berjalan dihadapan beliau selalu membungkukkan badan adalah tatakrama yang
sangat luhur yang perlu kita lestarikan. Karena dengan begitulah ilmu yang kita
dapatkan dari para guru akan manfaat dan barokah di dunia maupun diakhirat.
Tapi dengan berkembangnya zaman,
budaya sopan santun sedikit demi sedikit mulai luntur. Contohnya banyak anak
yang tidak boso ketika berbicara kepada orang tua, guru, maupun orang yang
lebih tua. Selain itu anak sekarang mulai berani kepada Guru maupun Orang
Tuanya. Hal ini bisa dilihat dari kasus anak membuikan orang tua gara-gara
masalah sepele, atau bahkan murid membuikan gurunya gara-gara menghukum mereka
yang bandel atau nakal kelewat batas.
Pengaruh sinetron yang tidak mendidik
turut mendukung lunturnya budaya sopan santun. Coba kita tengok pada tayangan
televisi saat ini. Mayoritas adalah sinetron remaja yang isinya sebuah
perkelahian, percintaan dan sebagainya. Bahkan yang lebih ironis tokoh guru
dalam sinetron saat ini digambarkan orang yang sangat culun, ola-olo,
kurang mbois dan sebagainya. Itu sebabnya anak sekarang tidak punya unggah-ungguh
kepada gurunya.
Harapan penulis, semoga budaya sopan
santun tetap lestari hingga akhir nanti. Sinetron yang kurang mendidik juga
harus di hapus, sehingga generasi bangsa ini menjadi generasi yang berprestasi
dan berakhlakul karimah. Yang terakhir orang tua dan penegak hukum harus
mendukung kebijakan guru atau sekolah yang sifatnya untuk mendidik generasi
bangsa yang baik, bukan malah membuikan beliau-beliau yang sudah bersusah payah
mendidik muridnya.
Kedepannya semoga bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang selalu menjunjung tinggi budaya sopan santun, unggah-ungguh,
dan tatakrama. Sehingga menjadi bangsa yang aman, tentram, damai dan
bermartabat.
Trenggalek, 28 mei 2016
Penulis: Machrup Eko Cahyono*
FB: Machrup Eko
*Penulis adalah orang yang masih
belajar dalam hal literasi, sehingga apabila dalam penulisan banyak kata-kata
yang kurang enak dibaca, mohon di maklumi.
Post a Comment for "Lunturnya Budaya Sopan Santun"